
|
|
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sistem urinaria ini terdiri-dari sepasang ginjal
yang terletak pada dinding posterior abdomen, di sebelah kanan dan kiri tulang
belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dan
karena itu di luar rongga peritonium, (ren,
kitney) dengan saluran keluar urine
berupa ureter dari setiap ginjal. Ureter itu bermuara pada sebuah kandung
kemih (urinary bladder, vesica urinaria)
di perut bagian bawah di belakang tulang kemaluan (pubic bone). Urine selanjutnya
dialirkan keluar melalui sebuah urethra
(Pearce, 2010).
Sistem perkemihan terdiri atas sepasang ginjal dan
ureter, satu kandung kemih dan uretra. Sistem ini berperan memlihara
homeostasis melalui proses rumit yang meliputi filtrasi, absorpsi aktif,
arbsorpsi pasif, dan sekresi. Hasilnya adalah terbentuknya urin, yang
mengeluarkan berbagai produk limbah metabolik. Urin yang diproduksi di ginjal
mengalir melalui ureter ke kandung kemih, tempat urin ditampung untuk sementara
waktu, dan kemudian dikeluarkan melalui uretra. Kedua ginjal menghasilkan
sekitar 125 ml filtrat per menit ; dari jumlah ini, 124 ml diarbsorpsi kembali
oleh organ dan hanya 1 ml yang diteruskan kedalam ureter ke dalam urin. Kurang
1500 ml urin dibentuk setiap 24 jam. Ginjal juga mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuatan hormon renin, yaitu suatu
zat yang berpartisipasi dalam pengaturan tekanan darah (Carneiro, 2009).
1.2.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
anatomi fisiologi organ urinaria?
2. Bagaimana
proses pembentukan urin?
3. Bagaimana
mekanisme kontrol volume urin.
4. Apa
hubungan kontrol hormon urin dengan sekresi urin?
1.3.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui anatomi fisiologi organ urinaria.
2. Untuk
mengetahui proses pembentukan urin.
3. Untuk
mengetahui mekanisme kontrol volume dan elektrolit.
4. Untuk
mengetahui kontrol hormon urin dengan sekresi urin.
1.4.
Hipotesa
Menjelaskan secara makroskopis dan
mikroskopis, komposisi dan fungsi sistem
urinaria.
|
|
|
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Sistem
Urinaria
Sistem
urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)
(syaifuddin, 2003).
2.1.1. Ginjal
![]() |
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm ( kurang lebih sebesar kepalan tangan ). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 – 175 g pada laki-laki dan 115 -155 g pada perempuan (Sloane, 2003).
Gambar 2.1.1. Ginjal
|
Ginjal kanan terletak agak di bawah dibanding ginjal
kiri karena ada hati pada sisi kanan. Setiap ginjal di selubungi tiga lapisan
jaringan ikat yaitu :
a. Fasia
renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada struktur
di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b. Lemak
perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini
membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
c. Kapsul
fibrosa (ginjal) adalah membrane halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah di lepas
(Sloane, 2003).
Anatomi
fisiologi ginjal dapat di bagi menjadi :
1. Korteks,
terdiri atas :
a. Kapsula
bowman, bentuk seperti mangkok yang melebar dan buntu, dinding rangka
diantaranya di sebut dengan bowman space.
a.1. Lapisan
luar membentuk batas luar korpuscle renalis dan disebut dengan lapisan parietal
kapsula bowman yang terdiri dari epitel selapis pipih.
a.2. Lapisan
dalam kapsul ini adalah lapisan viselal menyelubungi kapitel glomerulus yang
terdiri dari sel podosit (Sloane, 2003).
b. Glomerulus
adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda disebut
kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul
bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuscle ginjal. Glomerulus tidak
terletak dalam lumen dari tubulus. Ia berinvaginasi (melekuk ke dalam) pada
dilatasi terminal tanpa menembusnya (Sutoyo, 2008).
c. Tubulus
contortus proksimalis ( T.C.I ), panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku.
Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelial
kuboid yang kaya akan mikrovilus ( brush border ) dan memperluas area permukaan
lumen.
d. Tubulus
contortus distalis ( T.C.II ), juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
d.1. Di
sepanjang jalurnya, tubulus ini nersentuhan dengan dinding arteriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel yang
termodifikasi yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu
kemoreseptor dan di stimulasi oleh penurunan ion natrrium.
d.2. Dinding
arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel otot
polos termodifikasi yang di sebut sel jukstaglomerular. Se ini di stimulasi
melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi rennin. Macula densa, sel
jukstagloimerular dan sel mesangium saling bekerja sama untuk membentuk
apparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan darah.
2. Medulla
terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung yang
sempit dari setiap piramida, papilla, masuk dengan pas dalam kaliks minor dan
di tembus mulut duktus pengumpul urin.
3. Nefron,
satu ginjal mengandung 1-4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urin.
Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapilar) dan satu komponen
tubular.
a. Satu
glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding
ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sama
membentuk sebuah korpuscle ginjal.
b. Tubulus
contortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelial kuboid
yang kaya akan mikrovilus ( brush border ) dan memperluas area permukaan lumen.
c. Ansa
henle, tubulus contortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle yang
masuk kedalam medulla, membentuk lengkungan jepit yang tajam dan membalik ke
atas membentuk yungkai asenden ansa henle.
d. Tubulus
contortus distal, juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan membentuk
segmen terakhir nefron.
1. Di
sepanjang jalurnya, tubulus ini nersentuhan dengan dinding arteriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel yang
termodifikasi yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu
kemoreseptor dan di stimulasi oleh penurunan ion natrium.
2. Dinding
arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel otot
polos termodifikasi yang di sebut sel jukstaglomerular. Sel ini di stimulasi
melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi rennin. Macula densa, sel
jukstagloimerular dan sel mesangium saling bekerja sama untuk membentuk
apparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan darah.
e. Tubulus
dan duktus pengumpul, karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di korteks
maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal.
Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul
membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam kaliks minor.
Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis
ginjal, urin di alirkan ke ureter yang maengarah ke kandung kemih (Sloane, 2003).
f. Suplai
Darah
f.1. Arteri
Renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing ginjal
dan masuk ke hillus melalui cabang anterior dan posterior.
f.2. Cabang
anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri interlobaris yang
mengalir di antara piramida – piramida ginjal.
f.3. Arteri
Arkuata berasal dari arteri interlobaris pad area pertemuan antara korteks dan
medula.
f.4. Arteri
interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan melewati
korteks.
f.5. Arteriol
aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapiler yang membentuk glomerulus.
f.6. Arteriol
eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring kapiler lain,
kapilar peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk
memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi.
a. Arteriol
eferen dari glomerulus nefron korteks memasuki jaring-jaring kapilar
peritubular yang mengelilingi tubulus kontortus distal dan proksimal pada
nefron tersebut.
b. Arteriol
eferen dari glomerulus pada nefron jukstaglomerular memiliki perpanjangan
pembuluh kapiler panjang yang lurus disebut vasa recta yang berdesenden ke
dalam piramida medula.
f.7. Kapilar
peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan membentuk
vena interlobularis.
f.8. Vena
arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara ke dalam
vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis.
Fungsi
ginjal antara lain :
1. Pengeluaran
zat sisa organic. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
2. Pengaturan
konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium, kalsium,
magnesium, sulfat, dan fosfat. Eskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan
ekskresinya melalui rute lain, sepertin pada saluran gastrointestinal atau
kulit.
3. Pengaturan
keseimbangan asam-asam tubuh ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen ( H+), bikarbonat ( HCO 3 - ),
dan amonium (NH4+), serta memproduksi urin asam atau
basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.
4. Pengaturan
produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoiettin, yang mengatur produksi
sel darah merah dalam sum-sum tulang.
5. Pengaturan
tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan
tekanan darah, dan juga memproduksi enzim rennin. Rennin adalah komponen
penting dalam mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron, yang meningkatkan
tekanan darah dan retensi air.
6. Pengendalian
terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal,
melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrient dalam darah.
7. Pengeluaran
zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan
,atau zat kimia asing lain dari tubuh (Sloane, 2003).
2.1.2.
Ureter
|
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan
berotot dari pelvis ginjal yang merentang sampai kandung kemih (Sloane, 2003).
Ureter adalah saluran fibromuskular yang mengalirkan
urin dari ginjal ke kandung kemih (Dorland, 1998).
![]() |
Gambar 2.1.2. Ureter.
Setiap ureter panjangnya antara 25 cm sampai 30 cm
dan berdiameter 4 mm sampai 6 mm. Saluran ini menyempit di 3 tempat: di titik
asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis dan di
titik pertemuannya dengan kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan
jaringan: lapisan terluar adalah lapisan fibrosa, di tengah adalah muskolaris
longitudinal ke arah dalam dan otot polos sirkular ke arah luar. Lapisan otot
memiliki aktivitas peristaltik intrinsik. Gelombang peristatis mengalir urin dari
kandung kemih ke luar tubuh (Sloane, 2003).
2.1.3. Kandung
Kemih
![]() |
Gambar 2.1.3. Kandung kemih.
Kandung kemih adalah organ muskular berongga yang
berfungsi sebagai kontainer penyimpanan urin. Pada laki-laki, kandung kemih
terletak tepat di belakang simfisis pubis dan di depan rektum. Pada perempuan,
organ ini agak terletak di bawah
uterus
di depan vagina. Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis
saat kosong, organ berbentuk sepeti buah pir dan dapat mencapai umbilikus dalam
rongga abdominopelvis jika penuh berisi urin. Kandung kemih ditopang dalam
rongga pelvis dengan lipatan-lipatan peritoneum dan kondensasi fasia. Dinding
kandung kemih terdiri dari 4 lapisan.
a. Serosa
adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan perpanjangan lapisan peritoneal
rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas pelvis.
b. Otot
detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-berkas otot
polos yang satu sama lain saling membentuk sudut
c. Submukosa
adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah mukosa dan menghubungkannya
dengan muskularis
d. Mukosa
adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan epitel yang tersusun
dari epitelium transisional.
Trigonum
adalah area halus, triangular dan relatif tidak dapat berkembang yang terletak
secra internal di bagian dasar kandung kemih (Sloane, 2003).
2.1.4. Uretra
Uretra mengalirkan urin dari kandung kemih ke bagian
eksterior tubuh. Pada laki-laki, uretra membawa cairan semen dan urin, tetapi
tidak pada waktu yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan
melalui kelenjar prostat dan penis.
Uretra pada laki-laki terdiri dari 3 macam, yaitu:
a. Uretra
prostatik dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua duktus
ejakulator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan
duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah
duktus dari kelenjar prostat.
b. Uretra
membranosa adalah bagian yang terpendek 1cm sampai 2 cm. Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi
otot rangka sfingter uretra eksternal.
c. Uretra
kavernous merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini menerima duktus kelenjar
bulbouretra dan merentang sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis (Sloane,
2003).
Uretra pada perempuan,
berukuran pendek 3,75 cm. Saluran ini membuka keluar tubuh melalui orifisium
uretra eksternal yang terletak dalam vestibulum antara klitoris dan mulut
vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada laki-laki, bermuara
ke dalam uretra.
![]() |
Gambar 2.1.4. Uretra.
Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat
invasi bakteri ke kandung kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada
perempuan (Sloane, 2003).
2.2.
Mekanisme
kontrol volume cairan tubuh
Kestabilan
cairan tubuh yang relatif sangat mengagumkan karena adanya pertukaran cairan
dan zat terlarut yang terus menerus dengan lingkungan eksternal. Adanya asupan
cairan yang sangat bervariasi yang harus disesuaikan dengan pengeluaran yang
sebanding dari tubuh untuk mencegah penurunan atau peningkatan volume cairan
tubuh (Guyton dan Hall, 2006).
2.2.1.
Cairan
dalam tubuh
Di
dalam tubuh, terdapat 2 cairan tubuh, antara lain:
1.
Cairan intraseluler (CIS) mengacu pada cairan dalam
milyaran sel tubuh. Kurang lebih dua pertiga cairan tubuh, adalah cairan
intraseluler.
|
2. Cairan
ekstraseluler (CES) yang terdiri dari seluruh cairan tubuh di luar sel.
Mengandung sepertiga air tubuh.
Cairan
ekstraseluler terdiri dari kompartemen penting, antara lain:
a. Cairan
intertisial adalah cairan di sekitar sel tubuh dan limfe adalah cairan dalam
pembuluh limfatik. Gabungan kedua cairan ini mencapai tiga per empat CES.
b. Plasma
darah adalah bagian cair dari darah dan mencapai seperempat CES.
c. Cairan
transeluler, sekitar 1% sampai 3% berat badan meliputi seluruh cairan tubuh
yang dipisahkan dari CES oleh lapisan sel epitel. Subkompartemen ini meliputi
keringat, cairan serebrospinal, cairan sinovial, cairan dalam peritonium,
perikardiak, dan rongga pleura, cairan dalam ruang-ruang mata, dan cairan dalam
sistem pernafasan, pencernaan, urinaria. (Sloane, 2003).
2.2.2.
Komposisi kompartemen cairan
a. Cairan
Ekstraseluler (CES)
Plasma darah dan cairan intertisial
memiliki isi yang sama yaitu ion natrium dan klorida serta ion bikarbonat dalam
jumlah besar, tetapi sedikit ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat, sulfat,
dan asam organik. Perbedaannya adalah dalam hal protein , plasma mengandung
lebih banyak protein sedangkan cairan intertisial mengandung sangat sedikit
protein.
b. Cairan
Intraseluler (CIS)
Akibat pompa natrium-kalium
dependen ATP, konsentrasi ion natrium dan kalium Aintraseluler berlawanan
dengan yang ada dalam CES. Ion kalium intraseluler berkonsentrasi tinggi,
sedangkan ion natrium intraseluler berkonsentrasi rendah. Konsentrasi protein dalam
sel tinggi, yaitu sekitar empat kali konsentrasi dalam plasma (Sloane, 2003).
2.2.3.
Keseimbangan Elektrolit
Di dalam tubuh manusia,
terdapat beberapa cairan elektrolit, diantaranya:
1. Natrium
Sumber utama natrium adalah
makanan. Asupannya bervariasi mulai dari 4 gram sampai 20 gram NaCl. Natrium
dikeluarkan melalui kulit, ginjal dan saluran gastrointestinal.
Pengaturan natrium dalam tubuh
terjadi terutama melalui ekskresi natrium oleh ginjal bukannya melalui asupan
natrium. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme ginjal meliputi gangguan
pada volume darah, tekanan darah atau natrium plasma.
2. Kalium
Kalium adalah kation intraseluler
utama (95%). Ion ini secara normal dikonsumsi dan di ekskresi dalam jumlah yang
seimbang yaitu 10% dari asupan harian di ekskresi pada feses dan 90% dalam urin.
Pengaturan kadar kalium darah dikendalikan oleh aldosteron. Hormon lain yang
menstimulasi asupan selular terhadap kalium adalah insulin dan epinefrin.
3. Kalsium
dan fosfat
Faktor yang mempengaruhi jumlah
kalsium dalam plasma adalah jumlah kalsium yang dikonsumsi, jumlah yang di
absorbsi dari saluran pencernaan, dan jumlah yang di ekskresi dalam feses dan urin.
Pengaturan konsentrasi kalsium dalam CES dan plasma darah terutama dilakukan
melalui mekanisme hormonal.
4. Anion
lain
Anion lain seperti klorida dan
bikarbonat, diatur bersamaan dengan pengaturan ion natrium dan keseimbangan
asam basa tubuh. Sulfat, nitrat dan laktat memiliki maksimum transpor. Jika
maksimum tranpornya terlewati, ion yang berlebihan akan diekskresi. (Sloane,
2003).
2.3.
Kontrol
Hormon dan Syaraf Dalam Sistem Urinaria
Mekanisme
ADH memegang peranan penting dalam mempertahankan volume osmolalitas cairan
ekstraselular ( ECF ) pada tingkat konstan dengan mengatur volume akhir dan
osmolalitas urin.
Dalam ginjal, ADH secara tak langsung meningkatkan
proses proses utama yang terjadi dalam lengkung henle melalui dalam 2 mekanisme
yang berhubungan satu dengan yang lain :
1.
Aliran darah melaui vasa rekta medula
berkurang bila terdapat ADH, sehingga memperkecil pengurangan dari intitial
yang selanjutnya makin hiperosmotik.
2.
ADH meningkatkan permeabilitas duktus koligen dan tubulus distal sehingga
makin bnyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk keseimbangan dengan
cairan intertitial yang hiperosmotik, kedua mekanisme ini bekerja menghasilkan urin yang pekat dan
dengan demikian mengurangi volume eksresi.
Fungsi hormonal dan metabolisme
ginjal mensekresi hormon rennin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan
darah (system rennin angiotensi aldesteron) membentuk eritropoiesis mempunyai
peranan penting untuk sel darah merah. Selain itu ginjal juga membentuk hormon
kolekasiferol ( vitamin D aktif ) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di
usus (Price dan Lorraine, 1991).
2.3.1. Persyarafan
Sistem Urinaria
a. Persyarafan
Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (
vasomotor ). Syaraf ini berfungsi mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam
ginjal, syaraf ini berjalan bersamaan dengan system pembuluh darah yang masuk
ke dalam ginjal. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar inni
merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormone yaitu
hormon adrenalin dan kartison. Adrenalin di hasilkan oleh medulla.
b. Persyarafan
Ureter
Persyarafan ureter merupakan cabang dari fleksus mesentrikus
inferior, fleksus spermatikus dan fleksus pelvis sepertiga dari nervus vagus ;
rantai eferen dan nervus fagus rantai eferen dari nervus torakali ke 11 dan ke
12, nervus lumbalis ke 1, nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter.
c. Persyarafan
Vesika Urinaria
Persyarafan vesika urinaria berasal dari pleksus
hipogastrika inferior. Serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion
lumbalis ke 1 dan ke 2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus
hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatik yang keluar dari nervus
splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2,3 dan 4 berjalan melalui
hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria (syaifuddin, 2006).
2.4.
Proses
Pembentukan Urin
Glomerulus
befungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman, berfungsi untuk menampung
hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan
kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan dteruskan
ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter.
Urin
berasal dari darah yang di bawa arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini
terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
Pembentukan urin terdiri dari tiga tahap :
a. Filtrasi
(penyaringan)
Filtrasi
terjadi di kapsul bowman dan glomerulus. Dinding terluar kapsul bowman tersusun
dari satu lapis sel epitelium pipih. Antara dinding luar dengan dinding dalam
terdapat ruang kapsul yang berhubungan dengan lumen tubulus kontortus
proksimal. Dinding dalam kapsul bowman tersusun dari sel-sel khusus yang di
sebut podosit.
Proses
filtrasi
Ketika
darah masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga mendorong air
dan komponen-komponen yang tidak dapat larut melewati pori-pori endothelium
kapiler, glomerulus, kemudian menuju membran dasar, dan melewati lempeng
filtrasi, lalu masuk kedalam ruang kapsul bowman.
Hasil filtrasi dari glomerulus dan
kapsul bowman di sebut filtrate glomerulus atau urin primer.
b. Reabsorpsi
(penyerapan kembali)
Reabsorpsi
terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan sebagian tubulus
kontortus distal. Reabsorpsi dilakukan
oleh sel-sel epitelium diseluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang
direabsorpsi tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Zat-zat yang di reabsorbsi
antara lain adalah air, glukosa, asam amino, ion-ion Na⁺,
K⁺,
Ca²⁺,
Cl⁻,
HCO3⁻,
HbO₄²⁻,
dan sebagian urea.
Reabsorpsi
terjadi secara transpor aktif dan transpor pasif. Glukosa dan asam amino
direabsorpsi secara transport aktif di tubulus proksimal. Reabsorpsi Na⁺,
HCO3⁻,
dan H₂O
terjadi di tubulus kontortus distal.
Tahapan
terjadinya reabsorpsi adalah sebagai berikut : urin primer masuk dari
glomerulus ke tubulus kontortus
proksimal. Urin primer ini bersifat hipotonis disbanding plasma darah. Kemudian
terjadi reabsorpsi glukosa dan 67% ion Na⁺, selain itu
juga terjadi reabsorpsi air dan ion Cl⁻ secara pasif.
Bersamaan dengan itu, filtrate menuju lengkung henle. Filtrate ini telah
berkurang volumenya dan bersifat isotonis dibandingkan cairan pada jaringan
disekitar tubulus kontortus proksimal. Pada lengkung henle terjadi sekresi
aktif ion Cl⁻
ke jaringan di sekitarnya. Reabsorpsi dilanjutkan di tubulus kontortus distal.
Pada tubulus ini terjadi reabsorpsi Na⁺ dan air di
bawah control ADH (hormon antidiuretik). Di samping reabsorpsi, di tubulus ini
juga terjadi sekresi H⁺, NH₄⁺,
urea, kreatinin, dan obat-obatan yang ada pada urin.
Hasil
reabsorpsi ini berupa urin sekunder yang mengandung air, garam, urea dan pigmen
empedu yang berfungsi member warna dan bau pada urin.
c. Augmentasi
(pengumpulan)
Urin
sekunder dari tubulus konturtus distal akan turun menuju tubulus pengumpul.
Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion Na⁺,
Cl⁻,
dan urea sehingga terbentuklah urin sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urin
dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter
menuju vesika urunaria(kantong kemih) yang merupakan tempat penyimpanan
sementara urin.(H. syaifuddin, 2006).
2.5.
Upaya Penanggulangan Abnormal
Tidak ada pengobatan yang khusus
yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1.
Istirahat
mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2.
Pemberian
penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3.
Makanan.
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4.
Pengobatan
terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
5.
Bila
anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur
di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran
darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga (Repetto dkk, 1992).
|
||||
|
|
|
CONCEPTUAL MAPPING

|
|
PEMBAHASAN
CONCEPTUAL MAPPING
Sistem urinaria adalah
suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas
dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
digunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam
air dan keluar berupa urin (Syaifudin, 2006).
Menurut anatomi dan
fisiologi sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memperoduksi urin, dua
ginjal yang membawa urin ke dalam sebuah kandung kemih untuk penampungan
sementara dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh melalui orifisium
uretra eksterna (Syaifudin, 2006).
Setiap ginjal
terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula frenalis yang terdiri dari
jaringan fibrous yang berwarna ungu tua. Pada setiap ginjal diperkirakan ada
1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter. Arteri
renalismembawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat
piramid renal masing-masing membentuk
simpul dan satu kapiler malfigi
yang disebut glomerolus (Syaifudin, 2006).
Ureter terdiri dari dua saluran pipa, masing-masing
bersambung dari ginjal ke kandung kemih, panjangnya kurang lebih 25-30 cm
dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian terletak pada bagian rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik tiap lima menit sekali yang akan mendorong air
kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinaria) (Syaifudin, 2006).
|
Uretra merupakan
saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Uretra pria berjalan
berkelak kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa
yang menembus tulang fubis ke bagian penis kurang lebih 22 cm. Lapisan uretra
laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam) dan lapisan sub
mukosa. Uretra wanita terletak pada simfibis fubis berjalan miring sedikit ke
arah atas, panjang kurang lebih 3-4 cm. Lapisan uretra terdiri dari tinika
muscularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena,
dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam) (Syaifudin, 2006).
Empat organ sistem
urinaria di atas satu sama lain saling berkerja sama untuk mengontrol
volume cairan dalam tubuh, di mana cairan tersebut terdiri dari cairan
ekstraseluler yang memiliki ion
natrium, klorida serta ion bikarbonat
dalam jumlah besar dan cairan intraseluler yang konsentrasi ion natrium dan
kalium berlawanan dengan yang ada dalam
cairan ekstraseluler (Sloane, 2003).
Untuk kontrol
volume cairan dalam tubuh dipengaruhi
oleh hormon dan syaraf. Dimana fungsi
hormonal dan metabolisme dalam ginjal yaitu untuk menyekresi hormon renin yang mempunyai
peran penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensi aldesteron)
membentuk eritropiesis. Di samping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi
kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi ion kalsium di
usus (Syaifudin, 2006).
Dalam ginjal, ADH
secara tak langsung meningkatkan proses-proses utama yang terjadi dalam
lengkung Henle melalui dua mekanisme yang berhubung satu sama lain : (1) Aliran
darah dalam melalui vasa rekta medula berkurang bila terdapat ADH sehingga
memperkecil pengurangan solut dari interstisial menjadi hiperosmotik. (2) ADH
meningkat permeabilitas duktus koligen dan tubulus distal sehingga air yang
berdifusi keluar dan membentuk keseimbangan dengan cairan interspisial yang
hipersomotik. Kedua mekanisme ini bekerja menghasilkan urin yang pekat (Price, 2006).
Proses pembentukan urin
oleh ginjal, glomerolus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman
berfungsi untuk menampung hasil dari filtrasi glomerolus. Pada tubulus ginjal
akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring glomerolus. Sisa
cairan akan disalurkan terus ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin
berasal dari darah yang di bawa dari arteri renalis masuk ke dalam ginjal,
darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah. Tahap proses pembentukan ada tiga, yaitu :
Pertama, proses filtrasi
terjadi di glomerolus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar
dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Kedua, proses
reabsorbsi terjadi penyerapan kembali
sebagian besar glukosa, natrium, klorida, phospat dan ion karbon. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan oblikator reabsorbsi yang terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus bawah terjadi kembali penyerapan
bikarbonat dan natrium. Penyerapan ini terjadi secara aktif yang dikenal dengan
reabsorbsi fakultatif. Ketiga, proses sekresi merupakan sisa penyerapan urin
kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya
dilanjutkan ke ureter masuk ke vesika urinaria (Syaifuddin, 2006).
Komposisi urin terdiri
dari 95% air dan mengandung zat terlarut yang terdiri dari zat buangan
nitrogen, asam bipurat, badan keton, elektrolit, hormon, berbagai jenis pigmen,
konstituen abnormal. Sifat fisik urin terdiri dari urin encer berwana kuning
pucat, memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amoniak apabila didiamkan.
PH urin bervariasi antara 4,8-7,5 dan biasanya berkisar 6,0 tetapi juga
bergantung pada diet. Berat jenis urin berkisar 1,001 sampai 1, 035 tergantung
pada kontrasi urin (Sloane, 2003).
Komposisi dan sifat urin
kita dapat mengetahui jenis urin normal dan abnormal. Untuk urin yang normal
jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari,
tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya
bertambah pula bila terlampau banyak protein dimakan, sehingga tersedia cukup
cairan yang diperlukan untuk melarutkan ureanya (Syaifudin, 2006).
Bila ukuran urin yang
tersedia tidak sesuai dengan standar urin normal maka orang tersebut memiliki urin
yang abnormal. Sehingga gangguan pada ginjal, salah satunya adalah
glomerulonefritis akut yang disebabkan streptococcus β hemoiticus grup A. Kasus
klasik glomerulonefritis akut setelah infeksi streptococcus pada tenggorokan
atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu (Price, 2006).
Penanganan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus :
- Istirahat mutlak selama 3-4
minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi
kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
- Pemberian penisilin pada fase
akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin
dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin
30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
- Makanan. Pada fase akut diberikan
makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan
lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
- Pengobatan terhadap hipertensi.
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita
sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral
diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena memberi efek toksis.
- Bila anuria berlangsung lama
(5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa
cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak
dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga (Repetto dkk, 1992).
|
|
|
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil
diskusi kami, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Sistem Urinal adalah suatu sistem cairan
dalam tubuh manusia, meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk
membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Zat yang dioleh oleh sistem
ini selalu berupa sesuatu yang larut dalam air.
2.
Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal
yang memproduksi urin, dua ureter yang membawa urin kedalam sebuah kandung
kemih untuk penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urin keluar
tubuh melalui orifisum uretra eksterna.
3.
Mekanisme ADH memegang peranan penting
dalam mempertahankan volume osmolalitas cairan ekstraselular ( ECF ) pada
tingkat konstan dengan mengatur volume akhir dan osmolalitas urin.
4.
Urin berasal dari darah yang dibawa
arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat
yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
5.
Pembentukan urin terdiri dari tiga tahap
yakni filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.
5.2. Saran
1.
Diharapkan mahasiswa fakultas Kedokteran Gigi IIK
mampu mengetahui serta menjelaskan secara makroskopis maupun mikroskopis,
fungsi serta komposisi sistem urinaria dalam tubuh manusia.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Pearce, C Evelyn. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT Gramedia Pusaka
Putra
Sutoyo, Daryono. 2008. Histologi. Jakarta. Graha Ilmu
Ganong, W.F. 2009. Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta. EGC
Kumala, P dkk. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC
Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta. EGC
Carneiro, J. 2004. Histologi Dasar. Jakarta. EGC
Price, Sylvia A dan Wilson, L A. 2006. Patofisiologi. Jakarta. EGC
Guyton, C A dan Hall, E J. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta.
EGC
Repetto, dkk. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. Binrupa Aksara

Tidak ada komentar:
Posting Komentar